Selasa, 21 Juni 2011

Mahasiswa dan Perubahan

Hahaha setelah persemedian panjang gw... ahirnya gw bisa nge-Blog lagi,,
maklumlah secara sudah resmi jadi anak kost, so gw mesti prioritasin hal-hal yg gw angggap urgent dulu. hahaha i'm so sory bloggy (bloggy = panggilan sayang gw ke blog gw yg keren *baca:usang ini), bukan menganak tiri kan mu kok, but cuma menganak haramkanmu..lah?? hahaha

Alhamdulillah hirabbilalamin...
Thanks God, diri-Mu telah memberikan banyak berkah dibulan ini. Pertama engkau telah menyelesaikan bangku putih abu-abu ku sehingga aku bisa meneruskan pendidikan ditingkat yg lebih tinggi lagi, dan yg kedua, ckckck ini benar-benar anugrah yg indah yg kau berikan kepadaku ya Tuhan. Engkau telah memberikan kesempatan yg sangat berarti bagiku, untuk dapat meneruskan pendidikan ke Universitas yg aku impi-impikan sejak kecil, yaitu di Kampus Perjuangan, kampus para pemimpin-pemimpin negeri, dan salah satu kampus yg nmenyandang dengan bangga nama negaraku, UNIVERSITAS INDONESIA.

Terimakasih ya Tuhanku, aku berjanji aku takkan pernah menyianyiakan kesempatan yg kau berikan ini.. ^.^

Hahaha...
ahirnya gw resmi jadi KBUI (Keluarga Besar Universitas Indonesia)
hore...hore..!! hore,,,hore,,!!
hehe udah ah seneng senegnya..

Oh iye, niatnya gw nulis blog ini kan mau minta pendapat sama cewe gw tercinta terus sam lu lu pada bro/girl tentang tugas essay gw..
jadi gini ni encang-encing, engkong, babe.. ini tugas perdana gw di Kampus perjuanagn ini, sebenernya ini bukan pure tugas gw sendiri sih, tapi ini tugas kelompok gw.

yausuda deh jangan lama-lama,,
liat ya liat..hehehe


Puisinya dulu :

Sang Garuda Muda

Mata mereka selalu terbuka melihat dunia. Telinga mereka tak pernah berhenti untuk mendengar. Mulut mereka selalu menepis dengan tajam untuk dunia. Cakar mereka tak pernah absen untuk mengangkat dan berkata untuk dunia.

Berseru menyatakan salah. Diam menyatakan benar. Berseru untuk tikus-tikus yang mulai berani keluar siang. Berseru untuk ketimpangan timbangan athena. Berseru untuk satu rupiah yang diselewengkan. Tapi, tak satu pun diam tercurahkan dari bibir mereka.

Kegaduhan publik membangkitkan jati diri, mempercepat peredaran darah ke otak, dan menepis perasaan sadar para pahlawan muda untuk berseru dalam kekosongan yang tak didengar.
Semua suara yang dikeluarkan mereka bukan sebagai bunyi tong kosong belaka. Tetapi, semua itu untuk membuka kepada dunia begini indahnya Negeriku.

Mereka mengupas kulit kasus dengan gagah berani. Bertindak konyol mengubah naluri. Berkaki seribu menghilangkan rasa tak mungkin. Menyamakan misi untuk Indonesia suci.
Ketahuilah. Kehadiran mereka, sebagai pengemban Ibu Pertiwi di masa depan. Sebagai tempat bersinggah sang raksasa Garuda. Sebagai pemersatu rantai kekuasaan dan sebagai penonggak kesatuan Nusantara di masa yang akan datang.
Dan mereka, tak ingin terlibat dan melanjutkan kegaduhan publik yang diwariskan turun-menurun.


Dan ini Essay nya:

Mahasiswa dan Perubahan

“Bertindak”, itulah cerminan mahasiswa selaku pahlawan muda yang mampu memberikan pemanis dalam kasus-kasus kenegaraan Indonesia saat ini. Aksi mereka yang dimulai dari muncul kasus yang diabaikan, lalu dicermati dan akhirnya tuntas. Mendengar kata “Bertindak” yang dilakukan mahasiswa, sebenarnya itu bukanlah perilaku sesuka hati para mahasiswa, tetapi itulah cerminan mahasiswa yang berusaha ikut ambil alih dalam dunia politik, ekonomi dan sosial-budaya Indonesia.
Para mahasiswa sangat berkebalikan terhadap orang-orang yang hanya omong belaka. Mereka hadir untuk berseru dan bertindak dengan nyata dan terjun lapangan untuk menanggapi kasus-kasus yang sangat pelik dan tidak direspon sama sekali. Kepribadian mahasiswa yang sungguh-sungguh, tidak mau mengulur waktu dan berani, menjadikan mahasiswa memiliki kepribadian yang unik dan mampu memiliki peran dalam urusan dalam negeri. Perilaku yang seperti inilah yang menerobos gerbang ketidakmungkinan membela kebenaran oleh mahasiswa. Mereka sama seperti jaksa penuntut yang bijak, melihat kebenaran dan men-jugde hasilnya. Karena mereka mengeluarkan opini-opini logis dan fakta-fakta pendukung untuk memulai perubahan. Maka dari itulah mereka disebut sebagai Agent of Change (agen perubahan), Agent of Social Controll (agen penyampai kebenaran) dan Iron Stock (generasi penerus bangsa). Keberadaan peran mahasiswa dalam dunia politik, ekonomi, sosial dan budaya tidak dapat diganggu gugat karena hukumnya mutlak. Hal ini disebabkan oleh mahasiswa adalah kaum pelajar yang dibenah untuk siap tempur dalam dunia kepengurusan negara. Maka dari itulah, wajib bagi mereka untuk mengetahui hak mereka dalam pengawasan terhadap para pejabat tinggi negara. Tambahnya lagi, mahasiswa dipercaya dalam masyarakat bahwa mahasiswa memiliki intelektual yang tinggi dan mampu untuk berpikir logis.
Sedangkan menurut Arbi Sanit, 2008, ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan berbangsa, yaitu:
1. Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas diantara masyarakat.
2. Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang diantara angkatan muda.
3. Kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan kampus sehari-hari.
4. Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.
1. Agent of Change (Agen Perubahan)
Sebenarnya, mahasiswa yang menjadi Agent of Change ini merupakan tuntutan atas peristiwa Reformasi 21 Mei 1998. Sejak tahun 1998 yang memulai sejarah perubahan Indonesia secara drastis yang dipelopori seorang mahasiswa, maka dari itu tertanam dalam hati mahasiswa untuk selalu respon dan menjadi Agent of Change dalam negeri Indonesia ini. Akan tetapi, bukan sepenuhnya tuntutan itu dengan kekerasan seperti pada tahun 1998 di zaman Orde Baru dengan kepemimpinan Alm. Bapak Soeharto. Di era Reformasi dengan suasana yang penuh dengan demokrasi, mahasiswa selaku Agent of Change berusaha memberikan perubahan dengan cara tuntutan, singgungan, unjuk rasa, dan lain-lain. Walaupun ada sebagian dari mahasiswa yang masih menggunakan ajang demonstrasi dalam pelaksanaan perubahan selaku Agent of Change di Indonesia. Sehingga sampai saat ini, mahasiswa masih menanamkan peran mereka.
Mahasiswa selaku Agent of Change memiliki pengembangan tugas untuk dapat memberikan perubahan kepada hal-hal yang tidak berjalan sesuai garis-garis haluan kebenaran publik. Jika terdapat penyelewengan kebenaran publik, maka mahasiswa memiliki hak untuk menuntut. Mengapa mesti mahasiswa? Hal ini dikarenakan mahasiswa memiliki pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif serta suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri. Maka dari itulah mahasiswa terkadang dianggap sebagai wakil rakyat untuk masyarakat dalam melakukan tuntutan yang dianggap tidak layak hadir kemasyarakatan.
Untuk membahas mengenai mahasiswa selaku Agent of Change, maka kita dapat membahas dalam beberapa kategori sebagai berikut:
a. Peran Mahasiswa sebagai Moral Force
Sebenarnya kegiatan Moral Force mahasiswa Indonesia sudah banyak tercatat dalam sejarah kenegaraan. Banyak sekali kiprah mahasiswa yang telah menorehkan tinta emas bagi perjuangan bangsa. Dimulai dengan pergerakan Boedi Oetomo tahun 1908, kemudian dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda tahun 1928, dan puncaknya pada tahun 1945 dimana mahasiswa pada masa itu memegang motor kendali (kaum muda dan kaum tua yang menginginkan kemerdekaan dipercepat) bagi terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Ternyata moral force mahasiswa belum berhenti, tergulingnya rezim Orde Baru yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998 adalah salah satu bukti perjuangan mereka yang tak kenal menyerah dan tetap fanatik dengan gelar kemahasiswaannya serta jabatan sosial yang dipegangnya. Meskipun saat itu banyak elemen masyarakat pro reformasi yang terlibat aktif, namun sekali lagi mahasiswa masih menjadi ujung tombak bagi perjuangan bangsa. Terkadang moral force sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa dalam menjalankan aksi mereka dalam melaksanakan Agent of Change. Demonstrasi adalah seni untuk menyatakan tuntutan terhadap ketidakbenaran publik. Jika dalam hubungan internasional kita dapat melihat adanya perang sebagai kunci terakhir perdamaian, maka dalam penuntutan terhadap ketidakbenaran publik pun bisa dilakukan dengan moral force (demonstrasi) jika para penguasa masih bersikeras dan mempertahankan kesalahan atau ketidakbenaran publik itu.
Akan tetapi mahasiswa sekarang ini banyak yang mulai menghapuskan cara moral force yang benar. Terkadang, belum diadakan negosiasi, konsoliasi, mediasi atau arbitasi mereka sudah melakukan moral force yang menghancurkan sarana dan prasarana hasil pajak warga negara. Sebenarnya moral force yang dilakukan mahasiswa ini adalah cara terakhir bagi mahasiswa untuk memaksa para penguasa untuk melakukan perubahan atas ketidakbenaran publik.
b. Peran Mahasiswa dalam Mencegah Korupsi
Kita selalu mendengar pepatah lebih baik mencegah dari pada mengobati. Nah, disinilah peranan mahasiswa dalam mengubah tatanan kenegaraan adalah dengan menjadi pencegah untuk korupsi. Karena sampai saat ini sarana pengobatan orang-orang yang korupsi belum ditemukan, apalagi tempat rehabilitasi para koruptor belum ada proposal yang diajukan. Oleh karena berbahayanya korupsi, ada baiknya untuk dicegah saja melalui mahasiswa. Selain itu, hal ini juga didukung oleh hasil catatan KPK 2007 - 2010, pelaku perkara korupsi terbanyak berasal dari kalangan eselon dengan jumlah 84 dari total 245 kasus. Tentu sangat wajar untuk saat ini jika peran mahasiswa saat ini selain merespon untuk pelaku korupsi di Indonesia, mahasiswa juga memiliki tugas sebagai pencegah calon koruptor di masa yang akan datang. Maka tak salah lagi bagi para mahasiswa untuk melakukan moral force dan tekanan berupa demonstrasi di depan gedung DPR dan di tempat lain, untuk menegur dan memberikan peringatan kepada para penguasa untuk berpikir 1000 kali dalam melakukan tindakan korupsi.
Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Dr. M. Busyro Muqoddas bahwa kampus merupakan tempat pelatihan paling intensif untuk pencegahan korupsi. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan elemen masyarakat yang unik. Jumlah mahasiswa hanya sedikit jika dibanding dengan keseluruhan masyarakat, namun peran mereka sangat besar pada dinamika bangsa. Selain itu, mahasiswa memiliki idealisme yang tinggi untuk berbuat pada masyarakat. Korupsi yang endemik saat ini, merupakan bentuk tantangan perang pada mahasiswa. Beliau juga mengatakan bahwa pemberantasan tindakan korupsi harus dimulai pada kalangan muda yang akan menjadi calon pemimpin bangsa.
Dalam diri koruptor saat ini hanya dapat diberikan hukuman saja, tetapi pengukuhan mental koruptor sangat susah untuk tidak berbuat korupsi lagi. Oleh karena itulah, mahasiswa memiliki peranan penting dalam mencegah calon koruptor. Bagaimana dengan koruptor saat ini? Tentu saja hanya hukuman dan sanksi yang dapat diberikan kepada mereka. Sangat mustahil bagi para koruptor untuk tidak melakukan korupsi lagi nantinya, karena uang sudah mulai menggerogoti kantong Tn. Krab mereka (kecuali mereka mendapat ilham dari Yang Maha Kuasa).
Sehingga dari kasus dan perkataan Bapak Dr. M. Busyro Muqoddas dapat disimpulkan bahwa tindakan korupsi di Indonesia sangat susah untuk dihapuskan saat ini, akan tetapi akan lebih bagus dan lebih efisien kalau terjadi pembentukan karakter pada diri mahasiswa untuk menjadi pionir-pionir muda pencegah korupsi dan pencegah calon koruptor di masa yang akan datang. Maka keberadaan mahasiswa dalam menjalankan peranan mencegah korupsi harus dimulai dan diteladani dalam diri mahasiswa.
c. Peran Mahasiswa (Komunitas) sebagai Volunteer Redevinisi Sampah
Ternyata tidak hanya dalam dunia politik, ekonomi, sosial dan budaya. Akan tetapi, peran mahasiswa juga dapat dilakukan sebagai volunteer redevinisi sampah.
Sebenarnya untuk melakukan redevinisi sampah tidak harus dilakukan oleh mahasiswa, dan tidak harus berfokus kepada mahasiswa. Semua orang dapat menjadi volunteer redivinisi sampah.
Namun, mahasiswa dapat melakukan lebih. Karena mahasiswa tidak hanya bertindak tanpa otak. Mahasiswa dalam menjalankan perannya, mereka melakukan diskusi di dalam dan akhirnya bertindak keluar. Jadi cara-cara mahasiswa dalam bertindak sangat didukung oleh kualitas otak, dalam menjadi volunteer redevinisi sampah, mahasiswa tidak harus menjadi pemulung kok.
Dalam bertindak selaku volunteer redevinisi sampah, mahasiswa dapat melakukan acara seminar atau workshop tentang sampah, lomba-lomba ataupun bakti sosial sehingga bentuk kontribusi mahasiswa terkait dengan permasalahan sampah ini semakin jelas dan konkrit. Selain itu, dengan ikut dalam sebuah komunitas juga hal ini mampu mempercepat usaha mahasiswa mencapai tujuannya, yakni meredefinisi makna sampah di dalam tataran masyarakat umum serta mampu menjadi seorang volunteer atau aktivis sosial yang concern terhadap permasalahan berkaitan dengan sampah. Perkumpulan seperti ini biasa kita sebut sebagai komunitas Green Campus atau mereka juga menyebut diri mereka sebagai mahasiswa pecinta lingkungan.
Biasanya di setiap kampus akan ada kegiatan luar mahasiswa yang biasa disebut ekstrakulikuler Pecinta Alam. Disinilah, mahasiswa juga dapat berperan aktif dalam usaha volunteer redevinisi sampah. Bukan berarti mereka terlalu fokus kepada sampah, tetapi mereka bisa berperan aktif berupa program untuk mensejahterakan lingkungan.
d. Peran Mahasiswa sebagai Penegak Kebenaran Sosial
Dalam hal ini, mahasiswa memiliki peran yang sangat penting di kalangan masyarakat. Terkadang mereka juga dapat bertugas untuk penegak kebenaran sosial dengan cara yang sederhana tapi dapat memberikan perubahan besar. Tentunya kita masih ingat dengan kasus Prita Mulyasari yang divonis bersalah akibat e-mail yang dikirimkannya kepada temannya berupa keluhan terhadap kualitas pelayanan rumah sakit. Tentunya mahasiswa juga ikut ambil alih dalam penegakan kebenaran sosial yang terjadi di masyarakat. Akan tetapi mahasiswa memiliki cara unik, yaitu berupa Group Pendukung Prita di Jejaring Sosial (Facebook), pengumpulan koin Prita dan lain sebagainya. Sehingga sangat mengejutkan sekali saat kita memperhatikan cara seperti itu diterapkan dalam masyarakat untuk mengambil alih dalam terjadinya perubahan sosial. Sebenarnya, tipe perubahan yang seperti ini adalah tipe perubahan revolusi (perubahan yang dilakukan secara cepat) akan tetapi mahasiswa-mahasiswa ini teratur dan memiliki pola yang sangat terencana dalam melakukan perubahan yakni tanpa kekerasan. Sebenarnya bukan Cuma kasus Prita Mulyasari, tetapi kita bisa juga lihat dalam 1.000.000 facebookers untuk Bibit dan Chandra, serta kasus polisi berpangkat Briptu.
Itu merupakan cara mahasiswa dalam pendukungan upaya penegakan kebenaran sosial. Kita juga bisa melihat upaya penolakan dalam penegakan kebenaran sosial, banyak mahasiswa yang melakukan celaan, hinaan, untuk seseorang. Mahasiswa sekarang dalam hal itu melakukannya dengan cara upload youtube dan lain-lain.
Sehingga, dalam kasus-kasus semua ini, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa dalam melakukan perubahan di kalangan masyarakat sesuai cara mahasiswa yang terpelajar. Karena mahasiswa memiliki cara yang lebih mukhtahir, yaitu bergaul bersama teknologi untuk perubahan sosial, bukan dengan radikalisme yang melahap habis material negara.
2. Agent of Social Controll (Agen Penyampai Kebenaran)
Belakangan ini semakin banyak permasalahan yang terjadi pada tubuh pemerintah dan berimbas pada ketenangan hidup masyarakat. Era demokrasi semakin menuntut kebebasan dari masyarakat untuk bersuara menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Sayangnya, aspirasi masyarakat kadangkala hanya dianggap sebagai angin lalu oleh pemerintah di tengah carut marutnya birokrasi Indonesia. Hanya segelintir golongan yang bisa menembus benteng pemerintah dan mengawali perubahan. Kelompok itu kita sebut golongan intelektual muda atau mahasiswa.
Mahasiswa selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat.
Mahasiswa biasanya memerankan diri sebagai golongan yang kritis sekaligus konstruktif terhadap ketimpangan sosial dan kebijakan politik, ekonomi. Mahasiswa sangat tidak toleran dengan penyimpangan apapun bentuknya dan nurani mereka yang masih relatif bersih dengan sangat mudah tersentuh sesuatu yang seharusnya tidak terjadi namun ternyata itu terjadi atau dilakukan oleh oknum atau kelompok tertentu dalam masyarakat dan pemerintah.
Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri.
Sebenarnya, peran mahasiswa sebagai Agent of Social Control (Agen Penyampai Kebenaran) ini sudah dapat dilihat contoh kasus pada peran mahasiswa sebagai penegak kebenaran sosial.
3. Iron Stock (Generasi Penerus Masa Depan)
Masyarakat menilai mahasiswa, yang merupakan bagian dari generasi muda, merupakan ujung tombak perjuangan bangsa. Sejarah membuktikan dalam setiap perjuangan bangsa, pemuda senantiasa menorehkan tinta emas. Dan juga mahasiswa merupakan stock pembekalan negara yang nantinya akan menggantikan posisi-posisi penguasa dan semua birokrasi negara saat ini. Mahasiswa sebagai Iron Stock of Indonesia mewarisi cara-cara unik dalam menjalankan peranannya tersebut, yaitu Think Globally, Plan Regionally, and Act Locally.
Disini, mahasiswa memiliki tantangan untuk mewarisi cara berpikir global yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan dunia Internasional berupa hasil prestasi yang beragam, dalam hal ini mahasiswa diharapkan mampu untuk membangun jaringan dengan gerakan mahasiswa atau pemuda di negara lain. Memiliki pemikiran internasional bukan berarti menjadi ke barat-baratan atau menjadi kapitalisme, akan tetapi belajar berpikir internasional akan mempermudah mahasiswa untuk dapat meng-anti-tesis paham-paham internasional yang dapat kontraproaktif terhadap pembangunan bangsa. Dan disinilah peran mahasiwaa Indonesia untuk mengangkat martabat bangsa dalam bentuk gagasan, ide, dan perubahan. Tambahnya lagi, belajar untuk berpikir mendunia merupakan salah satu cara untuk membawa cara untuk memperkenalkan cara berpikir kita kepada dunia, bukannya selalu terpengaruh kepada cara berpikir orang lain. Selain itu, sudah merupakan kondratnya bahwa generasi masa depan bangsa dapat membangun jaringan dengan negara lain dan menghasilkan cara berpikir global juga. Barulah setelah pemikiran yang mendunia, dibawa untuk kasus-kasus dan isu wilayah tertentu, sehingga dapat menghasilkan keputusan yang lebih bijak dalam bertindak dan melangkah untuk perubahan lokal, wilayah, dan negara. Itulah prinsip Think Globally, Plan Regionally, and Act Locally.